Monday, July 11

misteraans

Kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS

BAYI DALAM GUA
QS. Al-An'aam: 74-79

Terdengar suara tangis seorang bayi laki-laki. Suara tangisnya begitu kencang sehingga apat membuat siapa saja yang mendengarnya iba. Namun, tidak ada seorang pun yang mendengar suara tangis bayi tersebut, karena ia berada di dalam sebuah gua yang terletak di dalam hutan. Bayi tersebut begitu kesepian di gua yang gelap itu.
Tiba-tiba, tangisan bayi itu terhenti. Rupanya ia kelelahan karena terlalu lama menangis. Kemudian, bayi itu tertidur pulas sambil mengisap jari-jarinya. Setelah hari itu, tidak terdengar lagi suara tangisnya. Yang ada hanya suara tawa bahagia. Bayi itulah yang bernama Ibrahim.
Ibrahim berada di dalam gua karena orangtuanya terpaksa membuang dirinya. Mereka tidak ingin bayinya itu dibunuh oleh tentara Raja Namruz. Raja Namruz mengeluarkan peraturan bahwa di negaranya tidak boleh ada keluarga yang merawat bayi laki-laki. Apabila lahir seorang bayi laki-laki, maka bayi itu harus dibunuh. Raja Namruz menitahkan demikian karena dia merasa cemas bahwa suatu hari nanti akan ada seorang laki-laki dari bangsanya yang akan menghancurkan tahta kerajaannya.
Orangtua Ibrahim tidak mau melihat bayinya dibunuh. Oleh karena itu, keduanya terpaksa membuang Ibrahim ke dalam gua.
Semenjak itu, ibunda Ibrahim selalu memikirkan bayi laki-lakinya. Azar, suaminya, selalu berusaha menghibur istrinya."Kenapa wajahmu selalu murung?" tanya Azar begitu melihat istrinya merenung di dalam rumah. "Aku teringat anak kita, Ibrahim." "Jangan engkau cemaskan anak kita. Lebih baik nasibnya seperti itu daripada kita melihatnya dibunuh oleh tentara Raja Namruz." "Bagaimana kalau kita kembali ke dalam hutan untuk melihat keadaannya, Pak?" tanya ibunda Ibrahim."Percuma saja, kemungkinan besar bayi kita sudah meninggal. Jangan
membuat dirimu semakin menderita, istriKu." "Tapi... aku merasa bayi kita masih hidup, Pak!"
"Rasanya tidak mungkin Bu. Barangkali bayi kita sudah meninggal karena kelaparan atau dimakan binatang buas."

Mendengar perkataan suaminya, ibunda Ibrahim menangis tersedu-sedu. Ia membayangkan hal-hal buruk yang bisa terjadi pada bayinya. Namun, nalurinya mengatakan bahwa Ibrahim masih hidup.
"Kita hams kembali ke dalam hutan," ucapnya kemudian. Matanya membulat menunjukkan tekad yang kuat. Akhirnya, Azar mengikuti keinginan istrinya karena is tidak tega melihat istrinya bersedih terus-menerus. Keesokan harinya, mereka berangkat pagi-pagi sekali menuju hutan.
"Itu guanya," tunjuk ibunda Ibrahim. Mereka berdua segera menuju ke arah gua. Keadaan gua itu tampak sangat tenang. Matahari pagi bersinar menerobos pintu gua. Ibunda Ibrahim segera bergegas masuk ke dalamnya. Apa yang dilihatnya di dalam gua benar-benar menakjubkan! Bayinya sedang tertawa-tawa seperti sedang bercanda dengan seseorang.
"Bayikuuu...." jeritriya bahagia. Azar segera
mengikuti sang istri. Dia pun tertegun melihat istrinya menggendong Ibrahim.
"Lihat ...Ibrahim masih hidup."
"Aneh    aku sungguh tidak percaya."
"Ini suatu keajaiban. Rupanya ada yang menjaga Ibrahim."
"Ya    tapi kita tidak dapat
membawa Ibrahim pulang," ucap Azar sambil mengelus kepala anaknya.
"Kalau begitu, aku yang akan ke sini setiap hari," ucap istrinya.
"Tapi    bagaimana
kalau prang lain curiga?"
"Aku akan berpura-pura mencari kayu bakar di hutan," ucap istrinya penuh
keyakinan.

"Baiklah ...," sahut Azar kemudian.Sejak itu, setiap hari mereka menengok Ibrahim di dalam gua. Mereka datang pagi-pagi dan Baru pulang di sore hari. Mereka tetap merasa takjub menyadari Ibrahim dapat tinggal sendirian di dalam gua. Mereka merahasiakan hal itu karena tidak berani membawa Ibrahim pulang ke kampung halamannya sebelum peraturan Raja Namruz dihapuskan.
Ibrahim pun tumbuh menjadi seorang anak laki-laki yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu. Sewaktu dia mulai besar dan sudah mengerti sesuatu, dia bertanya kepada orangtuanya, "Wahai Ibu, Bapak, siapakah yang menjadikan aku?"
Orangtuanya menjawab, "Yang menjadikan engkau adalah kami, karena engkau lahir ke dunia ini disebabkan oleh kami."
"Lalu, siapa yang menjadikan Ayah dan Bunda?" tanya Ibrahim ragu.
"Tentu saja kakek dan nenekmu, karena kami lahir disebabkan oleh mereka," jawab ayahnya.
"Lalu, siapakah yang pertama-tama menjadikan kita semua?" tanyanya lagi. Orangtuanya tidak dapat menjawabnya karena mereka tidak mengenal Allah sebagai Sang Pencipta alam semesta.
Ibrahim selalu bertanya-tanya siapakah yang menciptakan alam semesta ini. Namun, tidak ada seorang pun yang dapat menunjukkan dan mengajarkan kebenaran kepadanya.
Pada malam hari, Ibrahim sering melihat bintang-bintang, lalu dia berkata, "Inikah Tuhanku?" Kemudian, dia melihat bintang-bintang itu menghilang di balik awan hitam. Lalu, dia berkata lagi, "Aku tidak akan menyembah kepada sesuatu yang tidak kekal."
Sesudah itu, dia melihat bulan purnama yang bersinar cemerlang. "Inikah Tuhanku?" Namun, beberapa saat kemudian, bulan purnama itu lenyap. "Kalau Tuhanku tidak selalu dapat memberiku petunjuk, tentu aku akan tersesat."
Pada waktu siang, Ibrahim melihat matahari yang lebih besar dan lebih bercahaya dibanding semua yang pernah dia lihat sebelumnya. "Oh, mungkin inilah Tuhanku yang sebenarnya karena is paling besar." Tetapi kemudian, matahari itu terbenam. Ibrahim pun berkata, "Aku tidak akan bertuhan kepada matahari yang dapat terbenam."
"Aku hanya akan menyembah kepada sesuatu yang menjadikan langit dan bumi dengan sebenarnya. Dan aku tidak akan pernah menduakan-Nya."

MENGHANCURKAN BERHALA
QS. Maryam: 41-50, Al-Anbiyaa': 51-71

Setelah beranjak dewasa, orangtua Ibrahim membawa Ibrahim pulang ke kampung halamannya. Di kampung halamannya Ibrahim melihat banyak patung yang disembah oleh kaumnya. Ayahnya sendiri adalah seorang pembuat patung berhala. Ayahnya sangat bangga dengan pekerjaannya.
Setiap hari, dia melihat ayahnya membuat patung berhala. Lalu, patung-patung itu disembah oleh kaumnya sendiri. Ibrahim yang telah diberi petunjuk oleh Allah, tidak tinggal diam melihat kelakuan kaumnya itu.
Ketika ayahnya dan teman-temannya sedang membuat patung, Ibrahim menghampiri mereka.
"Hai Ibrahim, bantulah ayahmu membuatpatung ini ," ucap salah seorang Leman ayahnya.
"Sebelum membantu, aku ingin bertanya sesuatu keada kalian,",, ujar Ibrahim.
"Apa yang ingin kamu tanyakan?" tanya ayahnya.
"Apakah patung-patung ini akan kalian sembah?" Ibrahim balik bertanya.
"Tentu saja, sudah sejak zaman nenek moyang kita patung-patung ini menjadi sesembahan."
"Kenapa kalian menyembah sesuatu yang dapat kalian buat. Sungguh, kalian berada dalam kesesatan. Patung itu tidak dapat mendengar, melihat, atau menolong kalian...."
Mereka berseru dengan marah, "Apa yang kamu katakan, Ibrahim? Kamu jangan mempermainkan kami!"
"Tahukah kalian siapa yang seharusnya kalian sembah? Dialah Allah yang telah menciptakan alam semesta ini, mengatur langit dan bumi. Aku siap menjadi saksi atas kebenaran tersebut."

Mendengar perkataan Ibrahim, mereka sangat marah. Beruntung Azar berhasil meredakan kemarahan mereka. Azar segera menyuruh Ibrahim pulang. Di rumah, Ibrahim melihat Ibunya melakukan sesuatu. "Apa yang sedang Ibu kerjakan?" tanyanya penasaran.
"Malam ini, kita akan melakukan persembahan kepada berhala," jawab ibunda Ibrahim. Ibrahim pun tersenyum. Dia mendapat akal untuk menyadarkan kesalahan kaumnya.
Pada saat semua orang sedang sibuk mempersiapkan persembahan, Ibrahim menyelinap masuk ke dalam tempat penyimpanan berhala-berhala tersebut. Ibrahim membawa kapak milik ayahnya. Dia segera menghancurkan berhala-berhala yang ada di tempat tersebut. Namun, dibiarkannya salah satu patung yang paling besar. Ibrahim kemudian menggantungkan kapak tersebut di bahu si patung. Setelah itu, Ibrahim langsung pulang ke rumahnya. Begitu kaumnya selesai menyiapkan sesembahan, mereka kaget melihat patung-patung yang sudah hancur. "Siapa yang berbuat seperti ini kepada Tuhan kita? Dia sudah berbuat aniaya!"
Kemudian, di antara mereka ada yang berkata, "Kami dengar ada seorang anak yang menghina dan mencela Tuhan kita, namanya Ibrahim."
"Bawalah dia kemari agar kita mendengar pengakuannya," sahut yang lain dengan nada marah.
Ibrahim dibawa ke hadapan mereka. Kemudian, mereka bertanya, "Apakah engkau yang telah melakukan semua ini terhadap Tuhan kami?" Ibrahim pun menjawab, "Bukan aku yang melakukannya, melainkan patung besar itu.
Coba saja tanyakan kepadanya." Mendengar perkataan Ibrahim, mereka menjadi bingung. Lalu, mereka berkata, "Bagaimanakita bisa bertanya kepadanya bila is tidak bisa menjawab kami?" Kemudian Ibrahim menjawab, "Apakah kalian pantas menyembah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun kepada kalian?"
Walaupun perkataan Ibrahim benar, namun mereka tidak mau mendengarkan. Mereka meminta raja untuk menghukum mati Ibrahim.

NABI IBRAHIM DIBAKAR
QS. Al-Anbiyaa: 68-69

Akhirnya, mereka memutuskan agar Nabi Ibrahim dibakar dalam api. Mereka mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya. Setelah kayu-kayu itu terkumpul,mereka segera menyalakan api d i atasnya. Namun, mereka kebingungan mencari cara memasukkan Nabi Ibrahim ke dalam api yang membara. Mereka tidak dapat begitu saja memasukkan beliau ke dalam api yang sangat panas karena bisa-bisa mereka ikut terbakar.
Kemudian, setan yang selalu menjadi pengganggu dan musuh manusia, memberi ide kepada mereka untuk memasukkan Nabi Ibrahim ke dalam api dari jarak yang agak jauh. Caranya, Nabi Ibrahim diletakkan di suatu
tempat sehingga dapat dilentingkan, seperti anak panah yang dilentingkan dari busur. Dengan demikian, Nabi Ibrahim dapat masuk ke dalam api dengan mudah. Mereka pun melaksanakan rencana mereka, sementara Ong lain berkerumun dan menonton dari jauh.
Mereka menyangka Nabi Ibrahim pasti telah terbakar di dalam api yang berkobar. Tetapi, alangkah terkejutnya mereka ketika Nabi Ibrahim keluar dalam keadaan selamat. Allah telah menyelamatkan Nabi Ibrahim sehingga api yang dibuat untuk membakar beliau menjadi dingin dan tidak mencelakakan beliau sedikit pun. Sebagaimana difirmankan oleh Allah, "Hai api, jadilah dingin dan selamatkanlah Ibrahim." Inilah salah satu mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim.

MUKJIZAT NABI IBRAHIM
QS. Al-Baqarah: 260

Selang beberapa lama setelah mukjizat selamat dari api, Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar diperlihatkan cara menghidupkan orang mati. Allah berfirman kepadanya, "Hai Ibrahim, apakah kamu belum percaya dengan kekuasaan-Ku?"
"Maha Suci Allah, permintaanku ini supaya aku bisa lebih dekat kepada-Mu, ya Allah, mudah-mudahan doa ini Engkau kabulkan," Nabi Ibrahim menjawab dengan takut-takut.
Allah tahu Nabi Ibrahim merupakan orang yang sabar dan patuh kepada perintah-Nya karena itu doa-doanya selalu dikabulkan. Allah pun meluluskan doa Ibrahim kali ini. "Baiklah, Aku akan mengabulkan permohonanmu."
Mendengar firman Allah tersebut, Nabi Ibrahim langsung bersujud untuk memperlihatkan rasa syukurnya. "Ibrahim, ambillah empat ekor burung. Potong-potonglah burung tersebut dan letakkan di atas tiap-tiap bukit," perintah
Allah.
Nabi Ibrahim 'pun segera melaksanakannya. Setelah selesai, Allah kembali berfirman, "Sekarang, panggillah burung-burung tersebut. Niscaya mereka akan terbang dan datang kepadamu."Nabi Ibrahim segera memanggil burung-burung tersebut. Tidak berapa lama tampak empat burung terbang dari atas bukit ke arahnya. Nabi Ibrahim langsung bersujud karena Allah telah memperlihatkan mukjizat kepadanya.

KELUARGA NABI 1BRAHIM
QS. Huud: 71-73

Nabi Ibrahim menikah dengan Siti Sarah. Allah memerintahkan beliau untuk meninggalkan tempat tinggalnya di Haran. Dia pun membawa keluarganya melewati gurun menuju Kanaan. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan dan tiba di Mamre. Nabi Ibrahim dan Siti Sarah tinggal di sana selama bertahun-tahun. Hidup mereka sangatlah bahagia karena harta mereka bertambah banyak. Ternak-ternak mereka pun berkembang biak dengan pesat.
Setelah sekian lama menikah, mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Padahal, mereka selalu berdoa agar dikarunia keturunan. Nabi Ibrahim kadang tampak murung. Allah pun melihat kerisauannya. Maka, Allah berjanji akan memberikan keturunan yang banyak kepada Nabi Ibrahim.
Waktu terus berganti, namun Siti Sarah tetap saja tidak mengandung. Harapan mereka mulai menipis. Suatu hari, Siti Sarah melihat pelayan perempuannya yang Ibernama Siti Hajar sedang mencuci pakaian. Ketika melihat Siti Hajar, muncul gagasan di kepalanya. Siti Sarah kemudian berkata kepada Nabi Ibrahim, "Suamiku,
engkau tahu Allah belum mengaruniai aku seorang anak. Ambillah Hajar menjadi
istrimu! Mungkin dengan begitu kita bisa memperoleh keturunan."
Nabi Ibrahim sangat terkejut mendengar usul tersebut. Namun, akhirnya beliau setuju. Maka, Nabi Ibrahim menikah dengan Siti Dari Siti Hajar, Nabi Ibrahim dikaruniai putra yang diberi nama Ismail.

Setelah Siti Sarah mulai lanjut usia, Nabi Ibrahim mendapat wahyu bahwa Siti Sarah akan melahirkan seorang anak. Allah mengirim tiga orang malaikat utusannya untuk menyampaikan kabar gembira tersebut kepada
Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim menerima ketiga tamu tadi,sedangkan Siti Sarah diam di balik tirai. Kemudian, salah
satu tamu tersebut mengabarkan kepada Nabi Ibrahim bahwa Siti Sarah akan segera melahirkan seorang anak.  endengar hal tersebut Siti Sarah malah tertawa. Dia merasa sanksi atas apa yang didengarnya. Siti Sarah berkata, "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan seorang anak padahal aku sudah
berumur seperti ini? Suamiku pun demikian, sesungguhnya ini sesuatu yang sangat aneh."
Para malaikat berkata, "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? Bukankah itu adalah rahmat Allah."
Singkat cerita, ketiga tamu tersebut berpamitan meninggalkan Nabi Ibrahim dan Siti Sarah. Tidak lama kemudian, Siti Sarah pun mengandung. Setiap hari, dia bahagia karena akan memperoleh seorang anak. Pada hari yang telah ditentukan, lahirlah seorang bayi laki-laki yang diberi nama Ishak, yang artinya tertawa.
Setelah Ishak lahir, Allah memberi wahyu kepada Nabi Ibrahim untuk rtiembawa Sill Hajar dan Ismail pergi. Namun, Nabi Ibrahim belum tahu tempat yang akan mereka tuju.
Dengan penuh rasa tawakal kepada Allah, Nabi Ibrahim bersama Siti Hajar dan Ismail pergi meninggalkan rumah. Mereka sama sekali tidak tahu ke mana mereka akan pergi. Nabi Ibrahim hanya berserah diri kepada Allah dan yakin bahwa Allah akan memberi petunjuk.
Unta Nabi Ibrahim berjalan keluar-masuk hamparan luas padang pasir. Matahari membakar kulit mereka dan angin kencang menghambur-hamburkan debu pasir kian-kemari. Setelah berminggu-mingggu berada dalam perjalanan jauh yang melelahkan, mereka pun tiba di Mekah.
Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di Mekah dengan hanya dibekali makanan dan minuman seadanya. Sedangkan, di daerah itu tidak ada tumbuhan dan tidak ada air yang mengalir, yang terlihat hanya batu dan pasir kering.

TINGGAL DI MEKAH
QS. Ibrahim: 37, HR. Al-Bukhari (Hadits Al-Anbiya)


Hati Siti Hajar sangat sedih dan cemas ketika akan ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim. Tempat itu begitu sunyi senyap, yang ada hanya batu gunung dan pasir. Sedangkan, putranya masih sangat kecil. Siti Hajar menangis memohon belas kasihan Nabi Ibrahim. Ia tidak mau ditinggalkan di tempat yang kosong itu. Tidak ada seorang manusia pun di sana, tidak ada pohon atau binatang, padahal dia menanggung beban mengasuh anak yang masih menyusui. Nabi Ibrahim tidak tega meninggalkan anak dan istrinya. Akan tetapi, dia sadar bahwa yang dilakukannya itu merupakan kehendak Allah. Maka, beliau pun berkata, "Bertakwalah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya. Dialah yang memgrintahkan aku membawamu ke sini dan Dia-lah yang akan melindungi dan menyertaimu di tempat sunyi ini. Jika bukan karena perintah Allah, aku tidak akan meninggalkan kalian di sini. Percayalah, Allah tidak akan menelantarkan kalian."
Siti Hajar segera melepaskan genggamannya dari baju Nabi Ibrahim setelah mendengar ucapan itu. Siti Hajar akhirnya merupakan Nabi Ibrahim pergi menunggang untanya kembali ke Palestina. Siti Hajar menangis tersedu-sedu. Nabi Ibrahim pun tidak dapat menahan air matanya ketika meninggalkan Mekah menuju Palestina.
Nabi Ibrahim berdoa meminta Allah untuk melindungi anak dan istrinya di Mekah. Nabi Ibrahim berkata, "Ya Allah, aku telah menempatkan putraku dan anak-anak keturunannya di dekat rumah-Mu, di lembah yang sunyi dari segala tanaman dan manusia, agar mereka mendirikan salat dan beribadah kepada
Mu. Berilah mereka rezeki dan buah-buahan yang lezat."
Sepeninggal Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Ismail berdiam di tempat yang terpencil dan sunyi itu. Dia hams menerima ketentuan yang telah ditakdirkan oleh Allah atas dirinya dengan kesabaran dan keyakinan akan mendapat perlindungan dari Allah. Bekal makanan dan minumannya pun lambat lawn habis. Siti Hajar mulai merasakan eratnya beban hidup yang hams ditanggungnya sendiri tanpa bantuan suami. Ia menjadi panik, bingung, dan cemas.

AIR ZAMZAM

Saat persediaan air sudah habis, Siti Hajar menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari sumber air. Ia pun berlari ke sana-kemari untuk mendapatkan makanan. Ia mencoba berlari menuju bukit Shafa untuk mendapatkan sesuatu yang dapat menolongnya. Namun, hanya batu dan pasir yang ditemuinya. Kemudian, dari atas bukit Shafa dia melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit Marwa. Dia pun berlari menuju bukit Marwa, walaupun ternyata yang dilihatnya hanya fatamorgana. Belum sempat ia beristirahat, ia seperti mendengar  suara yang memanggilnya sehingga ia berlari lagi ke bukit Shafa. Namun, tidak didapatinya sesuatu pun. Siti Hajar •    bolak-balik berlari hingga tujuh kali antara bukit Shafa dan bukit Marwa. Pada akhirnya, dia duduk termenung karena kelelahan dan hampir putus asa.
Di saat Siti Hajar dalam keadaan tidak berdaya, datanglah kepadanya Malaikat Jibril. Jibril bertanya kepadanya, "Siapa sebenarnya engkau ini?" "Aku adalah hamba sahaya Nabi Ibrahim," jawab Siti Hajar.
"Kepada siapa engkau dititipkan di sini?" tanya Jibril.
"Hanya kepada Allah," jawab Siti Hajar.
Lalu Jibril berkata, "Jika demikian, maka engkau telah dititipkan kepada Dzat Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih yang akan melindungimu dan mencukupi kebutuhan hidupmu."
Kemudian, Jibril mengajak Siti Hajar ke suatu tempat. Di tempat itu, Jibril menginjakkan kakinya sekuat-kuatnya di atas tanah.
Tidak lama, muncullah air yang memancar dan bekas telapak kaki Jibril. Atas kehendak Allah, air tersebut sangat jernih dan tidak pernah kering. Sumber mata air itu kemudian disebut air Zamzam.

Melihat air yang memancar, Siti Hajar merasa lega dan gembira. Segera dia membasahi bibir putranya. Munculnya air Zamzarn telah menarik perhatian burung-burung yang beterbangan mengelilingi daerah itu. Burung-burung itu pun menarik perhatian sekelompok bangsa Arab dari suku Jurhum yang sedang berkemah di sekitar daerah tersebut. Menurut pengalaman, di mana ada burung, di situ ada air. Maka, diutuslah oleh mereka beberapa orang untuk membuktikan kebenarannya. Para utusan itu pergi mengunjungi daerah tempat Siti Hajar berada. Kemudian, tak berapa lama mereka kembali membawa berita gembira kepada kaumnya tentang mata air Zamzam. Mereka juga menceritakan tentang adanya seorang wanita bernama Siti Hajar yang membawa putranya.
Kelompok Jurhum pun segera memindahkan perkemahan ke sekitar tempat mata air Zamzam. Kedatangan mereka disambut oleh Siti hajar dengan gembira. Sekarang, Siti Hajar memiliki tetangga¬tetangga yang akan menghilangkan rasa sepinya di tempat itu. Siti Hajar bersyukur kepada Allah karena telah menurunkan rahmat kepadanya.

PENYEMBELIHAN ISMAIL
QS. Ash-Shafaat: 100-111

Nabi Ibrahim pun tidak melupakan Siti Hajar dan putranya, Ismail. Setiap saat, Nabi Ibrahim pergi mengunjungi dan menjenguk Ismail di Mekah. Nabi Ibrahim bahagia melihat keadaan Siti Hajar dan Ismail yang dianugerahi banyak rahmat oleh Allah.
Tempat yang dulu tandus dan terpencil itu sekarang ramai dikunjungi para kabilah. Nabi Ibrahim juga ikut berperan serta mendidik Ismail sehingga menjadi anak yang beriman kepada Allah.
Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remaja, Nabi Ibrahim bermimpi bahwa is harus menyembelih Ismail. Nabi Ibrahim termenung karena itu merupakan perintah Allah yang amat berat.
Sebagai seorang ayah, dia tidak tega anaknya dijadikan kurban. Namun, sebagai seorang Nabi dia harus    .
mendahulukan cintanya kepada Allah daripada cintanya kepada keluarga dan
harta bendanya.
Allah mengetahui kebimbangan hati Nabi Ibrahim. Maka, Allah berfirman, "Aku lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Ibrahim mengamanatkan risalah-Nya." Nabi Ibrahim pun kemudian menguatkan niatnya untuk menyembelih putranya, Ismail.

Akhirnya, Nabi Ibrahim pergi ke Mekah untuk memenuhi kewajibannya kepada Allah. Sebelumnya, Nabi Ibrahim terlebih dahulu memberitahukan hal tersebut kepada Ismail. Ismail memang seorang anak saleh yang sangat taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua orangtuanya.
Ketika sang ayah memberitahukan tentang perintah Allah yang harus dilaksanakan, Ismail berkata, "Wahai Ayah, laksanakanlah perintah Allah tersebut. Insya Allah, engkau akan menemuiku sebagai orang yang sabar dan patuh kepada perintah Allah. Aku hanya minta beberapa hal pada saat ayah akan melaksanakan perintah Allah. Pertama, Ayah hams mengikatku kuat-kuat agar aku tidak banyak bergerak. Kedua, lepaskan pakaianku agar darahku tidak mengenai pakaian dan menyebabkan berkurangnya pahalaku atau membuat ibu bersedih. Ketiga, tajamkanlah pisau ayah dan percepatlah pelaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaanku. Keempat, sampaikanlah salamku kepada ibu, berikanlah pakaianku ini sebagai obat penghibur untuknya."
Nabi Ibrahim pun memeluk Ismail dan mencium kedua belah pipinya. Beliau lalu berkata, "Aku sangat bahagia memiliki seorang putra sepertimu, yang taat kepada Allah dan berbakti kepada orangtua."
Mereka pun pergi ke sebuah bukit. Di bukit itu, Ismail diikat tangan dan kakinya, kemudian dibaringkan di tanah. Nabi Ibrahim mengambil pisau yang sudah diasahnya dengan tajam. Nabi Ibrahim tidak tega melihat putranya berbaring tak berdaya. Matanya menitikkan air mata tanda duka cita. Akhirnya sambil memejamkan mata, pisau itu diletakkan di leher Ismail dan penyembelihan dilakukan.
Akan tetapi, secara ajaib, pisau yang sudah diasah itu tiba-tiba menjadi tumpul di leher Ismail. Inilah salah satu mukjizat dari Allah yang mengukuhkan bahwa perintah Allah itu merupakan suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Ismail. Allah hanya ingin menguji ketaatan mereka berdua.
Ismail yang merasakan pisau ayahnya tumpul di lehernya, lalu berkata, "Wahai Ayah, rupanya engkau tidak tega memotong leherku."
"Aku tidak tahu mengapa pisau ini tumpul. Aku akan mencobanya lagi dengan menelungkupkan badanmu," ucap Nabi Ibrahim sambil menelungkupkan tubuh Ismail. Beliau mencoba lagi menyembelih dari belakang. Namun, tetap saja gagal. Beliau bingung dan putus asa karena kegagalannya. Dia takut tidak sanggup melaksanakan perintah Allah.
Melihat hal tersebut, Allah berfirman, "Wahai Ibrahim, engkau telah lulus dalam ujian-Ku. Aku akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikan."
Ketika mendengarnya, Nabi Ibrahim menangis terharu bercampur bahagia. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih seekor domba sebagai ganti Ismail.
Sejak saat itu, Nabi Ibrahim melaksanakan ibadah kurban kepada Allah dengan menyembelih domba dan binatang ternak lainnya.
Ismail pun tumbuh menjadi seorang pemuda yang cerdas dan rajin beribadah. la kemudian meminang seorang gadis dan Bani Jurhum dan hidup bahagia dalam pernikahannya. Sayangnya, Siti Hajar meninggal pada saat Ismail baru menikah.

PERNIKAHAN ISMAIL

Suatu hari, Nabi Ibrahim berkunjung ke rumah Nabi Ismail. Namun, saat itu Nabi Ismail sedang pergi dan hanya ada istrinya di rumah. Istri Ismail tidak mengenali Nabi Ibrahim sebagai mertuanya karena ia memang belum pernah bertemu. Mereka pun bercakap
cakap. Istri Nabi Ismail mengeluh tentang kehidupan rumah tangga mereka yang melarat. Nabi Ibrahim lalu berpamitan dan menitipkan pesan untuk Nabi Ismail agar ia mengganti pintu rumahnya.
Ketika Nabi Ismail pulang, istrinya memberitahu bahwa ada tamu yang datang ke rumah mereka. Istrinya menyampaikan pesan Nabi Ibrahim supaya pintu rumah mereka diganti. Nabi Ismail segera tahu bahwa tamu itu adalah ayahnya. Dia juga paham arti di balik pesan ayahnya itu, yaitu supaya dia menceraikan istrinya. Nabi Ismail pun mengikuti perintah ayahnya. Dia menceraikan istrinya dan selang beberapa lama, dia pun menikah lagi dengan seorang gadis dari Bani Jurhum.
Tak lama setelahnya, Nabi Ibrahim kembali berkunjung ke rumah Nabi Ismail. Kali ini, beliau juga tidak berhasil menemui Nabi Ismail. Nabi Ibrahim mengetuk rumah Nabi Ismail dan disambut oleh istri Ismail yang kedua. Istri Ismail menyambut kedatangan Nabi Ibrahim dengan ramah.
Nabi Ibrahim bertanya tentang keadaan Ismail dan keadaan rumah tangga mereka. Si istri mengatakan bahwa Nabi Ismail sedang berburu untuk mencari nafkah. Sedangkan keadaan rumah tangga mereka cukup baik, sejahtera, dan bahagia. Nabi Ibrahim senang dengan sambutan menantunya. Sebelum berpamitan, beliau menitipkan pesan untuk Nabi Ismail agar pintu rumahnya dipertahankan, tidak perlu diubah atau diganti karena masih kuat.
Sekembalinya Nabi Ismail dari berburu, istrinya bercerita tentang kedatangan Nabi Ibrahim, "Tadi datang seorang tua yang alim dan berwibawa. Dia datang bertamu dan menitipkan pesan untukmu."
"Apa isi pesannya?" tanya Nabi Ismail.
"la menyampaikan salam kepadamu dan berpesan agar pintu rumah ini jangan diubah atau diganti karena masih cukup baik dan kuat," ucap istrinya.
"Itu adalah ayahku dan isi pesannya berarti bahwa aku hams tetap bersamamu dan tidak boleh menceraikanmu."
Istrinya terkejut mendengar ucapan Nabi Ismail. Dia tidak menyangka bahwa laki-laki tua yang berkunjung ke rumahnya adalah mertuanya sendiri. Namun, dia bahagia karena sudah bertemu dengan mertuanya yang sangat bijaksana.

MEMBANGUN KABAH
QS. Al-Baqarah: 125-129
Dalam dua kali perjalanannya ke Mekah, Nabi Ibrahim tidak berusaha menemui Nabi Ismail secara pribadi. Dia merasa cukup dengan menemui istri Nabi Ismail untuk mengetahui keadaan beliau. Namun dalam perjalanannya kali ini, dia harus bertemu dengan Ismail. Allah telah memberinya tugas suci yang harus dikerjakan bersamanya. Singkat cerita, Nabi Ibrahim pun sampai ke Mekah, namun Nabi Ismail tidak ada di rumah. Nabi Ibrahim kemudian pergi mencarinya. Beliau masuk ke perkampungan suku¬suku dan perkemahan para perantau untuk mencari Nabi Ismail. Akhirnya, Nabi Ibrahim menemukan Ismail sedang duduk di bawah pohon rindang di dekat mata air Zamzam. Nabi Ismail sedang meraut anak panahnya.
Ketika melihat kedatangan Nabi Ibrahim, Ismail sangat gembira. Dia segera menjemput ayahnya dan memeluknya dengan penuh kerinduan. Mereka saling bertanya tentang keadaan masing-masing. Kemudian, Nabi Ibrahim menyampaikan maksud kedatangannya. Beliau mengatakan bahwa dia diperintahkan oleh Allah untuk membangun Kabah di atas sebuah bukit. Nabi Ismail pun dengan senang hati menyambut tugas tersebut. Ia siap membantu ayahnya melaksanakan perintah Allah.
Mereka kemudian segera membangun Kabah. Alat-alat dan bahan bangunan disiapkan, tanah digali bagi landasan bangunan tersebut. Setelah itu, tembok dibangun sampai tangan Nabi Ibrahim tidak dapat menjangkaunya. Dia memerintahkan Nabi Ismail untuk mencari batu besar yang akan dijadikan tumpuan kakinya. Tumpuan batu besar itu digunakan untuk membantunya mencapai puncak tembok yang sudah tinggi. Dengan pertolongan batu itu, Nabi Ibrahim dapat menjangkau puncak tembok. Saat Nabi Ibrahim menjejakkan kaki di batu itu, telapak kaki beliau berbekas pada bath sehingga batu tadi disebut maqam Ibrahim. Sekarang, tempat itu digunakan sebagai tempat salat para jamaah haji ketika menjalankan ibadah haji.
Setelah selesai membangun Kabah, Nabi Ibrahim berdoa, "Ya Allah, terimalah amalan kami dan jadikan kami berdua sebagai orang-orang yang tunduk dan patch kepada-Mu. Tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan ternpat-tempat ibadah haji kami serta terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang."

misteraans

About misteraans -

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :